
Bisa?
Bisa kau lihat aku dari sana?
Eksistensi dan konsep masa bukan jalur yang terhampar rapi, memang.
Buat kau yang rambut bertocang dari kaleidoskop cermin sisi tepi Wira hitam;
akhirnya doa 'panjang umur' setiap hari lahir orang ucap ke kau pergi ke talian hayat enjin usang
itu.
Miring sebelah klasifikasi mimpi tuan hamba.
Rindu atau mati.
Simplifikasi tak terjustifikasi.
Miring otak ahli fikir yang nama manja diberi neneknya hipokrisi.
Apa yang dia mahu selongkar? Ini pertanyaan jalur hampar poin satu.
Sembilan tahun, tak kenal rotan dengan belai tangan yang merebah dia ke sofa biru.
Rasa sayang, hei, rasa tak berbeda.
Aku, sembilan tahun: dari bukit dan binokular bertali di leher.
Poin dua.
Mati atas bot kapal. Hidup semula.
Poin null.
Kembali bertali pusat. Tak pasti deja vu atau emulsi 'cahaya di hujung terowong.'
Bersarung batik bayang perempuan melibas lalang depan rumah kosong.
Dindingnya biru, tingkapnya berentropi tiada.
Kau kalau pernah nampak gambar orang-orang tua kau kenal masa muda, kau tahu rasa
kenal, rasa cam.
Pokoknya hanya hal-hal yang dimamah masa.
Berubah, tapi tiada sampai tak cam.
Kau tau kapal Theseus?
Sama seperti Theseus.
Sama bayang yang mengejar kucing bulus hitam dalam kamar mimpi aku.
Aku hujung sembilan belas.
Gelapnya penelan cahaya, dalam perut ikan paus yang terbentuk, yang meniris bayang
ialah garis lurus mata kucing.
Menghakimi tanpa seuntai bicara.
Kalau anak bertocang miring tu intai tingkap masa dengan izin,
aku boleh naik saksi yang semuanya boleh dicerna dan aku yang ini bakal hanya tinggal
satu kejadian yang tak jadi, hal yang mungkin, tapi tidak.
Kalau, kalau, kalau.
Kalau aku masih disini, kita tahu tingkap masa anak hingusan itu masih rapat buta.